Mualaf Clay (1) Saat Ingin Pengaruhi Teman Muslimnya, Ia Justru Tercerahkan
Selasa, 03 Januari 2012 12:57 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, Nikmat Islam dan Iman akan diberikan Allah kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Clay, termasuk salah satunya. Tak pernah ia menyangka, selama 20 tahun memeluk Kristen evangelis, ternyata ia hanya membutuhkan waktu kurang dari dua tahun sebelum menyatakan beriman kepada Allah. Kini, sudah 4,5 tahun mantan mahasiswa Universitas Arizona ini memeluk agama Islam.
Ia mengaku tak pernah tahu apa-apa tentang Islam. “Kecuali apa yang mereka katakan kepadaku saat masih di kelas lima. Yang mereka ajarkan kepadaku adalah Alquran itu hal besar,” ujar dia.
Saat masih berkuliah (18-20 tahun), ia sering berlajar bersama teman di ruang bawah tanah perpustakaan. Kelompok belajarnya berasal dari campuran beberapa agama.
Saat belajar, mereka tak hanya mendiskusikan pelajaran. Topik lain seperti politik dan agama juga menjadi santapan. Di antara teman kelompoknya itu, ada satu orang muslim. Kepada kawan muslimnya, ia pernah menyimpan niat untuk ‘mengkristenkan’ orang itu. Dalam hati, ia berujar, “Aku akan membawa orang ini menuju Kristus,” katanya.
Ia pernah beberapa kali memberi masukan tentang Kristen. Sebagai orang Kristen, ia merujuk pada perjanjian baru Alkitab. Temannya mendengarkan dengan saksama. Sampai kemudian mereka berpisah, Clay mendoakan agar si muslim bisa masuk Kristen.
Melihat ada gelagat aneh untuk mengkristenkan temannya, sang kawan yang Muslim lantas menanyakan apa yang sebenarnya diinginkan Clay. "Dengar, aku akan melakukan apa pun yang Anda inginkan. Jika anda ingin saya untuk membelikan anda mobil, aku akan membelikanmu mobil,” ujar Clay menirukan kawannya. Lalu Clay hanya menjawab bahwa ia tak menginginkan apapun dari teman muslimnya kecuali ia menjadi Kristen.
Siapa sangka, pengalaman sang teman muslim justru memberikan pencerahan pada Clay. Sambil mengobrol, Clay baru tahu latar belakang si Muslim yang ternyata seorang atheis. Sebelum menjadi Muslim, dari atheis ia memeluk Kristen, kemudian ke Katolik, baru akhirnya memeluk Islam.
Meski informasi itu sempat mengusiknya, Clay tetap pergi ke gereja hingga usianya 20 tahun. Menjelang usia 30-an, ia merasakan sesuatu terjadi dalam dirinya. Ia penasaran tentang Islam.
Saat panggilan itu muncul, timbul pula rasa ragu antara ‘ya dan tidak’ untuk mempelajarinya lebih lanjut. Butuh waktu sembilan bulan baginya untuk memutuskan akan mencari tahu tentang Islam. “Jadi aku pergi ke toko buku dan membeli terjemahan bahasa Inggris dari ALquran dan mulai membacanya,” ujar dia.
Ia hanya membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk menyadari ada gambaran yang berbeda tentang Tuhan dari kitab suci yang belum lama ia baca itu. Saat ia membaca terjemahan Alquran, ia menyadari Islam adalah agama yang sangat terfokus dan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kekuatan yang ada.
“Tak satu pun dari kekuasaan diperuntukkan bagi orang lain. Semua takdir yang baik, buruk, jelek, indah dan yang akan terjadi, hanya Allah yang punya kuasa,” kata dia. Entah karena apa, ia merasa keinginan untuk memuji Allah seperti tumbuh saja pada dirinya.
Ia mengaku tak pernah tahu apa-apa tentang Islam. “Kecuali apa yang mereka katakan kepadaku saat masih di kelas lima. Yang mereka ajarkan kepadaku adalah Alquran itu hal besar,” ujar dia.
Saat masih berkuliah (18-20 tahun), ia sering berlajar bersama teman di ruang bawah tanah perpustakaan. Kelompok belajarnya berasal dari campuran beberapa agama.
Saat belajar, mereka tak hanya mendiskusikan pelajaran. Topik lain seperti politik dan agama juga menjadi santapan. Di antara teman kelompoknya itu, ada satu orang muslim. Kepada kawan muslimnya, ia pernah menyimpan niat untuk ‘mengkristenkan’ orang itu. Dalam hati, ia berujar, “Aku akan membawa orang ini menuju Kristus,” katanya.
Ia pernah beberapa kali memberi masukan tentang Kristen. Sebagai orang Kristen, ia merujuk pada perjanjian baru Alkitab. Temannya mendengarkan dengan saksama. Sampai kemudian mereka berpisah, Clay mendoakan agar si muslim bisa masuk Kristen.
Melihat ada gelagat aneh untuk mengkristenkan temannya, sang kawan yang Muslim lantas menanyakan apa yang sebenarnya diinginkan Clay. "Dengar, aku akan melakukan apa pun yang Anda inginkan. Jika anda ingin saya untuk membelikan anda mobil, aku akan membelikanmu mobil,” ujar Clay menirukan kawannya. Lalu Clay hanya menjawab bahwa ia tak menginginkan apapun dari teman muslimnya kecuali ia menjadi Kristen.
Siapa sangka, pengalaman sang teman muslim justru memberikan pencerahan pada Clay. Sambil mengobrol, Clay baru tahu latar belakang si Muslim yang ternyata seorang atheis. Sebelum menjadi Muslim, dari atheis ia memeluk Kristen, kemudian ke Katolik, baru akhirnya memeluk Islam.
Meski informasi itu sempat mengusiknya, Clay tetap pergi ke gereja hingga usianya 20 tahun. Menjelang usia 30-an, ia merasakan sesuatu terjadi dalam dirinya. Ia penasaran tentang Islam.
Saat panggilan itu muncul, timbul pula rasa ragu antara ‘ya dan tidak’ untuk mempelajarinya lebih lanjut. Butuh waktu sembilan bulan baginya untuk memutuskan akan mencari tahu tentang Islam. “Jadi aku pergi ke toko buku dan membeli terjemahan bahasa Inggris dari ALquran dan mulai membacanya,” ujar dia.
Ia hanya membutuhkan waktu sekitar satu bulan untuk menyadari ada gambaran yang berbeda tentang Tuhan dari kitab suci yang belum lama ia baca itu. Saat ia membaca terjemahan Alquran, ia menyadari Islam adalah agama yang sangat terfokus dan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala kekuatan yang ada.
“Tak satu pun dari kekuasaan diperuntukkan bagi orang lain. Semua takdir yang baik, buruk, jelek, indah dan yang akan terjadi, hanya Allah yang punya kuasa,” kata dia. Entah karena apa, ia merasa keinginan untuk memuji Allah seperti tumbuh saja pada dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar